SEJARAH Penciptaan Harkat dan Titik pada Masing2 Huruf dalam AL-QUR'AN

Alqur'an pada mulanya ditulis tanpa titik dan harkat seperti yang kita lihat sekarang ini.


Namun, kondisi ini tidak mempengaruhi bacaan Alqur'an karena kaum muslimin saat itu adalah orang-orang yang fasih dalam bahasa Arab. Hal ini terus berlangsung hingga imperium Islam terus meluas ke berbagai wilayah di sekitar jazirah Arab.

Bersamaan dengan itu, orang-orang Islam non-arab ('ajamy) merasa kesulitan untuk membaca Alqur'an yang pada waktu itu masih masih 'kosong'. Tentu saja kesulitan ini memaksa para pemimpin untuk mencari solusi guna menjaga keutuhan Alqur'an,

Di ceritakan bahwa yang pertama kali mendapatkan ide tanda baca terhadap Al-Qur’an adalah Ziyad bin Abihi salah seorang gubernur yang diangkat oelh Muawiyah bin Abi Sufiyan untuk wilayah Basrah (45-53 H).

Kisah munculnya ide itu diawali ketika Muawiyah menulis surat kepadanya agar mengutus putranya Ubaidillah, untuk menghadapnya, Muawiyah terkejut bahwa anak muda itu banyak melakukan kesalahan dalam bahasa pembicaraannya, Muawiyah mengirim surat teguran kepada Ziyad.

Lalu Ziyad mengirim surat kepada Abu Aswad Adwali dengan pernyataan bahwa sesungguhnya orang-orang non Arab itu semakin banyak telah merusak bahasa orang-orang Arab, maka cobalah anda melakukan suatu hal untuk memperbaiki bahsa orang itu dan membuat meraka membaca Al-Qur’an dengan benar, kemudian Abu Aswad menolak permintaan Ziyad.
Ziyad melakukan sesuatu untuk memenuhi kehendaknya yaitu dengan menyuruh seseorag untuk menunggu dijalan yang sering dilewati oleh Abu Aswad Adwali ini dengan pesannya, ketika Abu Aswad lewat bacalah satu ayat Al-Quran, orang inipun membaca firman Allah Q.S At-Taubah ayat 3. yang berbunyi:

“Innallaaha bariiun min al-musyrikiina wa rasuuluhu” (sesungguhnya Allah dan RasulNya berlepas diri dari orang-orang musyrikin). pada lafadz “Rasuluhu” di baca Rafa'/ Dommah

Namun orang ajam tersebut membacanya dengan
“Innallaaha bariiun min al-musyrikiina wa rasuulihi” (sesungguhnya Allah berlepas diri dari orang-orang musrik dan RasulNya). pada lafadz “Rasuluhu” di baca rasuulihi (jer/ kasroh)

Mendengar bacaan tersebut Abu Aswad terkejut, lalu mengucap:”Maha besar Allah: bagaimana mungkin Dia berlepas diri dari RasulNya?! Setelah itu ia langsung menemui Ziyad untuk menerima permohonan Ziyad.

Abu aswad menunjuk seorang dari suku al-Qais untuk membantunya dari 30 orang yang di Ajukan Ziyad. Abu Aswad kemudian memerintahkan juru tulis itu mengambil mushaf dan Zat pewarna yang berbeda dengan yang digunakan untuk berpesan kepada stafnya itu:” jika kau lihat bibirku terbuka waktu menyebut huruf bersuara A (fatah) letakanlah satu titik diatasnya, dan jika kesuan bibirku agak terkatup (bersuara i) letakkanlah satu titik di bawahnya, jika bibirku mencuat kemuka (bersuara U) maka letakkanlah satu titik ditengah huruf dan jika bibirku bersuara (Ghunnah) letakkanlah dua titik diatasnya”.

Dalam versi lain Abul Aswad pada masa Khalifah Muawiyah memberi tanda vokal (harakat) dengan tinta yang berlainan. Titik di atas untuk fat-hah, titik di bawah untuk kasrah, titik di sebelah kiri atas untuk dlammah, dan dua titik untuk tanwin.

Sementara itu Abu Aswat membaca Al-Qur’an dengan perlahan dan stafnya pun sibuk bekerja sesuai dengan perintanya. Apabila mereka mendapatkan salah satu huruf halaq, mereka melatakkan salah satu titik lebih tinggi dari pada yang lain, sebagai tanda suara (nun) jelas, jika tidak jelas mereka meletakkan disamping, sebagai tanda apabila suara (nun) tidak terdengar (tersembunyi). Dan setiap kali usai satu halaman, Abu Aswadpun memeriksanya kembali sebelum melanjutkan kehalaman berikutnya.

Oleh karena itu, Abul Aswad Ad-Duali mejadi sosok yang berkiprah sangat penting bagi Muslimin. Dialah yang menemukan kaidah tata bahasa Arab (Nahwu), salah satunya kaidah pemberian harakat.

Harkat yang diciptakan oleh Abu al-Aswad ini lalu disempurnakan Imam Kholil bin Ahmad al-Bashry pada masa dinasti Abbasiyah, hingga menjadi bentuk harkat seperti yang ada sekarang. Adapun titik yang terdapat pada huruf ba', ta', tsa', jim, ha', kha', dzal, za', dan lainnya, itu terjadi pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan

Saat itu beliau memerintahkan gubernurnya di Irak yang bernama Hajjaj bin Yusuf. Hajjaj bin Yusuf lalu menyuruh Nashr bin Ashim dan Yahya bin Ya'mur untuk merealisasikan keinginan khalifah Abdul Malik bin Marwan tersebut. Dalam penulisan titik huruf tersebut, Nashr bin Ashim menggunakan tinta yang warnanya sama dengan tinta yang digunakan untuk menulis mushaf, agar tidak serupa dengan titik tanda harkat yang digunakan oleh Abu al-Aswad al-Dualy

Sejak saat itulah dalam mushaf Alqur'an sudah ada titik huruf dan titik harkat. Titik yang diciptakan oleh Abu al-Aswad disebut Titik I'rab, sedangkan titik yang diletakkan oleh Nashr bin Ashim disebut Titik Huruf.